PIDATO SOEPOMO
Berikut adalah isi
pidato Soepomo yang dibacakan pada tanggal 31 Mei 1945 berdasarkan yang
tertulis pada notulen rapat sidang BPUPKI27 . Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia Sidang Pertama Rapat Besar tanggal 31 Mei 1945
Waktu
: Tempat : Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Departemen Luar Negeri)
Acara : Pembicaraan tentang Dasar Negara Indonesia
(lanjutan) - Pembicaraan tentang
Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia
Ketua : Dr K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Sebagaimana
Tuan-tuan telah mengetahui, dalam ilmu negara kita, mendapati beberapa teori,
beberapa aliran pikiran tentang negara. Marilah dengan singkat kita meninjau
teori-teori negara itu.
1.
Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara itu terdiri atas dasar
teori perseorangan, teori individualistis. Sebagaimana diajarkan oleh Thomas
Hobbes dan John Locke (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert
Spencer (abad ke-19), H.J. Laski (abad ke 20). Menurut aliran pikiran ini,
negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara
seluruh seseorang dalam masyarakat itu (contract social). Susunan hukum negara
yang berdasar individualism terdapat di negeri Eropa Barat dan di Amerika.
2.
Aliran pikiran lain tentang negara ialah teori “golongan” dari negara (class
theory) sebagai diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara dianggap sebagai
suatu alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas klasse lain.
Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat
untuk menindas golongan-golongan lain yang mempunyai kedudukan yang lembek.
Negara kapitalis ialah perkakas bourgeoisi untuk menindas kaum buruh, oleh
karena itu para Marxis menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh untuk
merebut kekuasaan negara agar kaum buruh dapat ganti menindas kaum bourgeoisi.
3.
Aliran pikiran lain dari pengertian negara ialah teori yang dapat dinamakan
teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan
lain-lain (abad ke-18 dan abad ke-19). Menurut pikiran ini negara ialah tidak
untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin
kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara
ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala
anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat
yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran
integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu
golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan
seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa
seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Sekarang
Tuan-tuan akan membangunkan negara Indonesia atas aliran pikiran mana?
Kami
hendak mengingatkan lagi nasihat P.T. Soomubutyoo bahwa pembangunan negara
bersifat barang yang bernyawa. Oleh karena itu, corak dan bentuknya harus
disesuaikan dengan keadaan umum pada masa sekarang dan harus mempunyai keistimewaan
yang sesuai dengan keadaan umum tadi. Kecuali itu P.T. Soomubutyoo juga member
nasihat janganlah kita meniru belaka susunan negara lain. Contoh-contoh negara
lain hendaknya menjadi peringatan saja, supaya bangsa Indonesia jangan sampai
mengulang kegagalan yang telah dialami oleh bangsa lain, atau paling banyak
hanya mengambil contoh-contoh yang sungguh patut dipandang sebagai teladan.
Sungguh
benar, dasar dan bentuk susunan dari suatu negara itu berhubungan erat dengan
riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga social (sociale structuur) dari
negara itu. Berhubung dengan itu apa yang baik dan adil untuk negara lain, oleh
karena keadaan tidak sama.
Tiap-tiap
negara mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwayat dan
corak masyarakatnya. Oleh karena itu, politik pembangunan negara Indonesia
harus disesuaikan dengan “sociale structuur” masyarakat Indonesia, yang nyata
pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan panggilan zaman, misalnya
cita-cita negara Indonesia dalam lingkungan Asia Timur Raya.
Dengan
mengingat ini, marilah kita melihat contoh-contoh dari negara lain. Dasar
susunan hukum negara Eropa Barat ialah perseorangan dan liberalisme. Sifat
perseorangan ini, yang mengenai segala lapangan hidup (sistem undang-undang
ekonomi, kesenian, dan lain-lain), memisah-misahkan manusia sebagai seseorang
dari masyarakatnya, mengasingkan diri dari segala pergaulan yang lain. Seorang
manusia dan negara yang dianggap sebagai seseorang pula, selalu segala-galanya
itu menimbulkan imperialisme dan sistem memeras (uitbuitings systeem) membikin
kacau-balaunya dunia lahir dan batin.
Tuan-tuan
telah mengerti sendiri bahwa sifat demikian harus kita jauhkan dari pembangunan
negara Indonesia, bahkan Eropa sendiri pada waktu sekarang mengalami krisis rohani
yang maha hebat berhubung dengan jiwa rakyat Eropa telah jemu kepada
keangkaramurkaan, sebagai akibat semangat perseorangan tersebut.
Dasar
susunan negara Soviet Rusia pada masa sekarang ialah dictator dari proletariat.
Boleh jadi dasar itu sesuai dengan keistimewaan keadaan social dari negeri
Rusia, akan tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat
masyarakat Indonesia yang asli.
Lain
negara ialah negara Jerman nasional sosialis sebelum menyerah dalam peperangan
sekarang. Negara itu berdasar atas aliran pikiran negara totaliter, das Ganze
der politischen Einheit des Volkes (integrate theory). Prinsip “pimpinan”
(fuhrung) sebagai kernbegriff (ein totaler fuhrerstaat) dan sebagai prinsip
yang dipakainya juga ialah persamaan darah dan persamaan daerah (blut and boden
theorie) antara pimpinan dan rakyat.
Tuan-tuan
yang terhormat, dari aliran pikiran nasional sosialis ialah prinsip persatuan
antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya cocok
dengan aliran pikiran ketimuran.
Kita
sekarang meninjau negara Asia ialah dasar negara Dai Nippon. Negara Dai Nippon
berdasar atas persatuan lahir dan batin yang kekal antara Yang Maha Mulia
Tennoo Heika, negara, dan rakyat Nippon seluruhnya. Tennoo adalah pusat rohani
dan seluruh rakyat. Negara bersandar atas kekeluargaan. Keluarga Tennoo yang
dinamakan “Konshitu” ialah keluarga yang terutama.
Dasar
persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai pula dengan corak masyarakat
Indonesia.
Setelah
kita meninjau dengan ringkas contoh-contoh dari sifat negeri-negeri lain, maka
tadi dengan sepatah dau patah kata kami mengatakan apa yang tidak sesuai dan
apa yang sesuai dengan lembaga social (struktur sosial) dari masyarakat
Indonesia yang asli. Sebagai Tuan-tuan telah mengetahui juga, struktur sosial
Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia, ialah buat
aliran pikiran atau semangat kebatinan bangsa Indonesia.
Maka
semangat kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia bersifat dan
bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, yaitu persatuan
antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara
rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai seseorang, golongan
manusia manusia dalam suatu masyarakat, dan golongan-golongan lain dari
masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia
seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (darma)
sendiri-sendiri menurut kodrat alam dan segala-galanya ditujukan kepada
keimbangan lahir dan batin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari
seseorang lain atau dari dunia luar, golongan-golongan manusia. Malah segala
golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut-paut, segala
sesuatu berpengaruh-pengaruhi, dan kehidupan mereka bersangkut paut.
Inilah
ide totaliter, ide integralistik dari bangsa Indonesia yang berwujud juga dalam
susunan tata negaranya yang asli.
Menurut
sifat tata negara Indonesia yang asli, yang sampai zaman sekarang pun masih
dapat terlihat dalam suasana desa baik di Jawa, maupun di Sumatera dan
kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pejabat negara ialah pemimpin
yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara senantiasa wajib
memegang teguh persatuan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Kepala
desa, atau kepala rakyat wajib menyelenggarakan keinsafan keadilan rakyat,
harus senantiasa memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita-cita
rakyat. Oleh karena itu kepala rakyat “memegang adat” (kata pepatah
Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala gerak-gerik dalam masyarakatnya.
Dan untuk maksud itu, senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan
kepala-kepala keluarga dalam desanya supaya pertalian batin antara pemimpin dan
rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Dalam
suasan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat
satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong royong, semangat
kekeluargaan.
Maka
teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara
Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak masyarakat Indonesia,
maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang
integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi
seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun
Menurut
aliran pikiran ini, kepala negara dan badan-badan pemerintah lain harus
bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan kearah cita-cita luhur, yang
diidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat "badan
penyelenggara", badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat
seluruhnya. Dalam pengertian ini, menurut teori ini yang sesuai dengan semangat
Indonesia yang asli, negara tidak lain ialah seluruh masyarakat atau seluruh
rakyat Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun.
Dalam
pengertian ini, negara tidak bersikap atau bertindak sebagai seseorang yang
mahakuasa, yang terlepas dari seseorang-seseorang manusia dalam daerahnya dan
yang mempunyai kepentingan sendiri, terlepas dari kepentingan warga-warga
negaranya sebagai seseorang (paham individualis).
Tuan-tuan
yang terhormat, menurut pengertian "negara" yang integralistik,
sebagai bangsa yang teratur, sebagai persatuan srakyat yang tersusun, maka
spada dasarnya tidak akan ada dualisme "staat dan individu", tidak
akan ada pertentangan antara susunan staat dan ssusunan hukum individu, tidak
akan ada dualisme "staat and staatsfreie gesellschaft", tidak akan
membutuhkan jaminan grund und freiheitsrechte dari individu contra staat. Oleh
karena individu tidak lain adalah suatu bagian organic dari staat. Dan
sebaliknya oleh karena staat bukan suatu sbadan kekuasaan atau raksasa politik
yang berdiri di luar lingkungan suasana kemerdekaan seseorang.
Paduka
Tuan Ketua, seseorang filosof Inggris, bernama Jeremy Bentham (akhir abad ke-18)
mengajarkan bahwa staat menuju kepada "the greatest happiness of the
greatest number”, akan tetapi pikiran ini berdasar atas pikiran individualisme.
Menurut aliran pikiran tentang negara yang saya anggap sesuai Universitas
Sumatera Utara
dengan
semangat Indonesia asli tadi, negara tidak mempersatukan dirinya dengan
golongan yang terbesar dalam masyarakat, pun tidak mempersatukan dirinya dengan
golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat),
akan stetapi mengatasi segala golongan dan segala sseseorang mempersatukan diri
dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Tuan-tuan
yang terhormat, hendaknya jangan salah paham. Teori negara integralistik atau
negara totaliter ini tidak berarti bahwa negara tidak akan memperhatikan adanya
golongan-golongan sebagai golongan, atau tidak akan memperdulikan manusia
sebagai seseorang. Bukan itu maksudnya! Aliran pikiran ini mempunyai sifat
concrete dan reel, tidak meng-abstraheer segala keadaan (seperti sifat teori
individualism).
Negara
akan mengakui dan menghormati adanya golongan-golongan dalam masyarakat yang
nyata, akan tetapi setiap orang dan segala golongan akan insaf kepada
kedudukannya sebagai bagian organik dan negara seluruhnya, wajib meneguhkan
persatuan dan harmoni antara segala bagian-bagian itu.
Negara
persatuan tidak berarti bahwa negara atau pemerintah akan menarik segala
kepentingan masyarakat ke dirinya untuk dipelihara sendiri, akan tetapi menurut
alas an-alasan yang “doelmatig” akan membagi-bagi kewajiban negara kepada
badan-badan pemerintahan di pusat dan di daerah masing-masing atau akan
memasrahkan sesuatu hal untuk dipelihara oleh suatu golongan atau seseorang,
menurut masa, tempat, dan soalnya.
Paduka
Tuan Ketua, setelah saya menguraikan dasar-dasar yang menurut hemat saya hendak
dipakai untuk membangun negara Indonesia, maka saya sekarang hendak menguraikan
kensekuensi dari teori negara tersebut terhadap pada soal-soal:
1.
Perhubungan negara dan agama,
2.
Cara pembentukan pemerintahan.
3.
Hubungan negara dan kehidupan ekonomi.
Sebelum
saya membicarakan soal-soal ini, saya mengingatkan kepada Tuan-tuan, bahwa
bukan saja negara yang berdasar persatuan itu akan sesuai dengan corak
masyarakat Indonesia, akan tetapi negara yang bersifat persatuan itu telah
menjadi cita-cita pergerakan politik Indonesia pada zaman dahulu sampai
sekarang.
Saya
hendak memperingatkan kepada Tuan-tuan pasal 2 dari Panca Dharma yang telah
diterima oleh Chuuoo Sangi-In bahwa kita hendak mendirikan negara Indonesia
yang merdeka, bersatu. Jadi, cita-cita ini tepat dan sesuai dengan corak
masyarakat Indonesia yang asli.
Bagaimanakah
dalam negara yang saya gambarkan tadi hubungan antara negara dan agama?
Oleh
anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta telah diuraikan dengan panjang-lebar
bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknya urusan negara dipisahkan
dari urusan agama. Memang disini terlihat ada dua paham ialah paham dari
anggota-anggota ahli agama yang menganjurkan supaya Indonesia didirikan sebagai
negara Islam. Dan anjuran lain sebagaimana telah diajurkan oleh Tuan Moh. Hatta
ialah negara persatuan nasional yang memisahkan urusan negara dan Islam; dengan
lain kata: bukan negara Islam. Apa sebabnya disini saya mengatakan “bukan
negara Islam?” Perkataan ”negara Islam”, lain artinya daripada perkataan “negara
berdasar atas cita-cita luhur dari agama Islam”. Apakah perbedaannya akan saya
terangkan. Dalam negara yang tersusun sebagai “negara Islam”, negara tidak bias
dipisahkan dari agama. Negara dan agama ialah satu, bersatu padu.
Islam,
sebagaimana Tuan-tuan telah mengetahui ialah suatu sistem agama, sosial, dan
politik, yang bersandar atas Quran sebagai pusat dan sumber dari segala susunan
hidup manusia Islam.
Telah
diuraikan, bahwa negara Turki – sekarang kita melihat lagi contoh-contoh dari
negara-negara lain – sebelum tahun 1924 M ialah negara Islam semata-mata.
Semenjak tahun 1924 Turki mangganti sifat negaranya dan bukan menjadi negara
Islam lagi. Betul agama rakyat Turki ialah Islam, akan tetapi sebagai negara,
menurut sistem pemerintahannya, Turki bukan negara Islam lagi. akan tetapi
negara Mesir, Irak, Iran, Saudi Arabia ialah negara-negara Islam.
Apakah
kita hendak mendirikan negara Islam di Indonesia? Tadi saya mengingatkan
anjuran dari pemerintah bahwa kita jangan meniru belaka contoh-contoh dari negara
lain, akan tetapi hendaklah Tuan-tuan mengingat kepada keistimewaan masyarakat
Indonesia yang nyata. Dengan ini saya hendak mengingatkan kepada Tuan-tuan
bahwa menurut letaknya Indonesia di dunia, Indonesia mempunyai sifat yang
berlainan dengan geografi negara-negara Irak, Iran, Mesir, atau Syria;
negara-negara yang bersifat ke-Islaman (corpus Islamicum).
Indonesia
berada di Asia Timur dan akan menjadi anggota dari lingkungan kemakmuran
bersama di Asia Timur Raya. Dari lingkungan itu anggota yang lain-lain,
misalnya negara Nippon, Tiongkok, Manchukuo, Filipina, Thai, Birma ialah bukan
negara Islam. Betul peristiwa itu bukan suatu alasan yang dengan sendirinya
harus menolak pembentukan negara Indonesia sebagai negara Islam, itu bukan.
Tetapi itu suatu faktor penting yang harus diperingati juga.
Saya
hendak mengingatkan juga kepada Tuan-tuan bahwa di negara-negara Islam sendiri
pun, misalnya di negara Mesir, Iran, dan Irak sampai sekarang masih ada
beberapa aliran pikiran yang mempersoalkan cara bagaimana akan menyesuaikan
hukum syariah dengan kebutuhan internasional, dengan kebutuhan modern, dengan
aliran zaman sekarang.
Tadi
saya mengatakan bahwa dalam negara Islam negara tidak bisa dipisah-pisahkan
dari agama, dan hukum syariah itu dianggap sebagai perintah Tuhan untuk menjadi
dasar, untuk dipakai oleh negara. Dalam negara-negara Islam, misalnya di negara
Mesir dan lain-lain yang menjadi soal ialah apakah hukum syariah dapat dan
boleh diubah, diganti, disesuaikan menurut kepentingan internasional, menurut
aliran zaman? Ada suatu golongan yang terbesar yang mengatakan bahwa itu tidak
diperbolehkan tetapi ada lagi golongan yang mengatakan: bias disesuaikan dengan
zaman baru. Umpamanya saja seorang ahli agama terkenal, yaitu kepala dari
sekolah tinggi Al-Azhar di Kairo, Muhamad Abduh, yang termashur namanya – dan
ia mempunyai murid di sini juga – mengatakan, ”Memang hukum syariah bias diubah
dengan cara “ijmak”, yaitu permusyawaratan, asal saja tidak bertentangan dengan
Quran dan dengan Hadis.” Ada lagi yang mempunyai pendirian yang lebih radikal,
seperti Ali Abdul Razik, yang mengatakan bahwa agama terpisah daripada hukum
yang mengenai kepentingan negara. Dengan pendek kata, dalam negara-negara Islam
masih ada pertentangan pendirian tentang bagaimana seharusnya bentuk hukum
negara supaya sesuai dengan aliran zaman modern, yang meminta perhatian dari
negara-negara yang turut berhubungan dengan dunia internasional itu. Jadi,
seandainya kita di sini mendirikan negara Islam, pertentangan pendirian itu
akan timbul juga di masyarakat kita dan barangkali Badan Penyelidik ini pun
akan susah memperbincangkan soal itu. Akan tetapi, Tuan-tuan yang terhormat,
akan mendirikan negara Islam di Indonesia berarti tidak akan mendirikan negara
persatuan. Mendirikan negara Islam di Indonesia berarti mendirikan negara yang
akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, yaitu golongan Islam.
Jikalau di Indonesia didirikan negara Islam, maka akan timbul soal-soal
"minderheden" soal golongan agama yang kecil-kecil, golongan agama
Kristen, dan lain-lain. Meskipun negara Islam akan menjamin dengan
sebaik-baiknya kepentingan golongan-golongan lain itu, akasn tetapi
golongan-golongan agama kecil itu tentu tidak bisa mempersatukan dirinya dengan
negara. Oleh karena itu, cita-cita negara Islam itu tidak sesuai dengan
cita-cita negara persatuan yang telah diidam-idamkan oleh kita semuanya dan
juga yang telah dianjurkan oleh Pemerintah Balatentara.
Oleh
karena itu, saya menganjurkan dan saya mufakat dengan pendirian yang hendak
mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter seperti yang saya
uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan
yang terbesar, akan tetapi yang akan mengatasi segala golongan dan akan
mengindahkan dan menghormati keistimewaan dari segala golongan, baik golongan
yang besar maupun golongan yang kecil. Dengan sendirinya dalam negeri nasional
yang bersatu itu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan
sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu urusan agama akan diserahkan
kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan. Dan dengan sendirinya dalam
negara demikian seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya. Baik
golongan agama yang terbesar maupun golongan yang terkecil, tentu akan merasa
bersatu dengan negara (dalam bahasa asing "zal zich thuis voelen"
dalam negara)
Hadirin
yang terhormat!
Negara
nasional yang bersatu itu tidak berarti bahwa negara itu akan bersifat "a-
religious". Bukan negara nasional yang bersatu itu akan memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur, akan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Maka negara demikian itu, dan hendaknya negara Indonesia juga memakai dasar
moral yang luhur, yang dianjurkan juga oleh agama Islam.
Sebagai
contoh, dalam negara Indonesia itu hendaknya dianjurkan supaya para warga
negara cinta kepada tanah air, ikhlas akan diri sendiri dan suka berbakti
kepada tanah air; supaya mencintai dan berbakti kepada pemimpin dan kepada
negara; supaya takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu sisngat kepada
Tuhan. Itu semuanya harus dianjur-anjurkan, harus dipakai sebagai dasar moral
dari negara nasional yang bersatu itu. Dan saya yakin bahwa dasar-dasar itu
dianjurkan oleh agama Islam.
Sekarang
saya akan bicara soal yang berhubungan dengan bentuk susunan negara. Apakah
negara persatuan (eensheidsstaat) atau negara serikat (bondstaat) atau negara
persekutuan (federatie)?
Dengan
sendirinya negara secara federasi kita tolak. Karena dengan mengadakan federasi
itu, bukanlah mendirikan satu negara, tetapi beberapa negara. Sedang kita
hendak mendirikan satu negara. Jadi tinggal membicarakan
"eenheidsstaat" atau "bondstaat". Jika benar bahwa
bondstaat itu juga satu negara belaka, maka lebih baik kita tidak memakai
setiket "eenheidsstaat" atau "bondstaat", oleh karena
perkataan-perkataan itu menimbulkan salah paham. Sebagaimana telah diuraikan
oleh anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta, maka dalam negara itu soal
sentralisasi atau desentralisasi pemerintahan tergantung daripada massa,
tempat, dan soal yang bersangkutan. Maka dalam negara Indonesia yang berdasar
pengertian negara integralistik itu, segala golongan rakyat, segala daerah yang
mempunyai keistimewaan sendiri akan mempunyai tempat dan kedudukan
sendiri-sendiri sebagai bagian organik dari negara seluruhnya. Soal
pemerintahan apakah yang akan diurus oleh pemerintah pusat dan soal apakah yang
akan diserahkan kepada pemerintah daerah, baik daerah besar maupun daerah
kecil; itu semuanya akan tergantung daripada "doelmatigheid",
berhubungan dengan waktunya, tempatnya dan juga soalnya.
Misalnya
soal ini, pada masa ini, dan pada tempat ini lebih baik diurus oleh pemerintah
daerah. Sedangkan soal itu, pada masa itu, dan tempat itu lebih baik diurus
soleh pemerintah pusat. Jadi dalam negara totaliteratau integralistik, negara
akan ingest kepada segala keadaan, hukum negara akan memperhatikan segala
keistimewaan dari golongan-golongan yang bermacam-macam adanya ditanah air kita
itu. Dengan sendirinya dalam negara yang terdiri atas pulau-pulau yang begitu besar,
banyak soal-soal pemerintahan yang harus diserahkan kepada pemerintah daerah.
Sekian tentang bentuk susunan negara.
Sekarang
tentang soal republik atau monarki?
Tuan-tuan
yang terhormat! Menurut hemat saya soal republik atau monarki itu tidak mengenai
dasar susunan pemerintahan. Yang penting hendaknya kepala negara bahkan semua
badan pemerintahan mempunyai sifat pemimpin negara dan rakyat seluruhnya.
Kepala
negara harus sanggup memimpin rakyat seluruhnya. Kepala Negara harus mengatasi
segala golongan dan bersifat mempersatukan negara dan bangsa. Apakah kepala
negara itu akan diberi kedudukan sebagai raja atau presiden, atau sebagai
adipati seperti di Birma, atau sebagai "fuhrer", itu semuanya stidak
mengenai dasar susunan pemerintahan. Baik raja, atau presiden, atau fuhrer,
atau atau kepala negara yang bergelar ini atau itu, misalnya bergelar "Sri
Paduka yang Dipertemuan Besar" atau bergelar lain, ia harus menjadi
pemimpin negara yang sejati. Ia harus bersatu jiwa dengan rakyat seluruhnya.
Apakah
kita akan mengangkat seseorang sebagai kepala negara dengan hak turun-temurun,
atau hanya suntuk waktu tertentu, itulah hanya mengenai bentuk susunan pimpinan
negara yang nanti akan kita selidiki dalam badan ini. Caranya mengangkat
pemimpin negara itu hendaknya janganlah diturut cara pilihan secara sistem
demokrasi Barat itu berdasar atas paham perseorangan.
Tuan-tuan
sekalian hendaknya insaf kepada konsekuenssi dari pendirian menolak dasar
perseorangan itu. Menolak dasar individualisme berarti menolak Universitas
Sumatera Utara
juga
sistem parlementarisme, menolak sistem yang menyamakan manusia satu sama lain
seperti angka-angka belaka yang semuanya sama harganya.
Untuk
menjamin supaya pimpinan negara terutama kepala negara terus-menerus bersatu
jiwa dengan rakyat, dalam susunan pemerintah negara Indonesia, harus dibentuk
sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan terus bergaul dengan badan
permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui dan merasakan rasa keadilan rakyat
dan cita-cita rakyat.bagaimana akan bentuknya badan ermusyawaratan itu ialah
satu hal yang harus kita selidiki, akan tetapi hendaknya jangan memakai sistem
individualisme. Bukan saja kepala negara, akan tetapi pemerintah daerah pun
sampai kepala daerah yang kecil-kecil, misalnya kepala desa, harus mempunyai
sifat pemimpin rakyat yang sejati. Memang dalam masyarakat desa yang asli,
kepala desa mempunyai sifat pemimpin rakyat yang sejati. Kepala adat atau
kepala desa menyelenggarakan kehendak rakyat, senantiasa memberi gestaltung
kepada keinsafan keadilan rakyat. Jika kepala negara Indonesia akan bersifat
demikian, maka kepala negara itu akan mempunyai sifat Ratu Adil, seperti yang
diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sekarang
tentang hubungan antara negara dan perekonomian. Dalam negara yang berdasar
integraslistik, yang berdasar persatuan maka dalam lapangan ekonomi akan
dipakai sistem "sosialisme negara (staatssocialisme).
Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara sendiri, akan tetapi
pada hakikatnya negara yang akan menentukan di mana dan di masa apa dan
perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh
pemerintah daerah atau yang akan diserahkan kepada suatu badan hukum prive atau
kepada seseorang; itu semua tergantung daripada kepentingan negara, kepentingan
rakyat seluruhnya. Dalam negara Indonesia baru, dengan sendirinya menurut
keadaan sekarang, perusahaan-perusahaan sebagai lalu-lintas, electriciteit,
perusahaan alas rimba harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun tentang hal
tanah. Pada hakikatnya negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang
yang penting untuk negara akan diurus oleh negara sendiri. Melihat sifat
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan sendirinya tanah
pertaniasn menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara harus menjaga
supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani.
Dalam
lapangan ekonomi, negara akan bersifat kekeluargaan. Juga oleh karena
kekeluargaan itu sifat masyarakat Timur yang harus kita pelihara
sebaik-baiknya. Sistem tolong-menolong, sistem kooperasi hendaknya dipakai
sebagai salah satu dasar ekonomi negara Indonesia.
Dasar
totaliter dari negara kebangsaan yang bersatu itu mempunyai akibat-akibat pula
dalam lapangan-lapangan lain, akan tetapi akan kepanjangan, jikalau saya
membicarakan soal-soal dari lapangan-lapangan lain itu.
Sekian
saja Paduka Tuan Ketua, tentang dasar-dasar yang hendaknya dipakai untuk
mendirikan negara Indonesia Merdeka. Atas dasar pengertian negara sebagai
persatuan bangsa Indonesia yang tersusun atas sistem hukum yang bersifat
integralistik tadi, di mana negara akan berwujud dan bertindak sebagai
penyelenggara keinsafan keadilan rakyat seluruhnya, maka kita akan dapat
melaksanakan negara Indonesia yang bersatu dan adil, seperti sudah termuat dalam
Panca Dharma, pasal 2, yang berbunyi,"Kita mendirikan negara Indonesia,
yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil." Maka negara hanya bisa adil,
jikalau negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun rakyat
kepada
cita-cita yang luhur, menurut aliran zaman. Negara Indonesia
yang berdasar atas semangat kebudayaan yang asli, dengan sendirinya akan
bersifat negara Asia Timur Raya. Dan negara Indonesia yang terbentuk atas
aliran pikiran persatuan yang saya uraikan tadi, pun akan dapat menjalankan
dharmanya (kewajibannya) dengan semestinya sebagai anggota daripada
kekeluargaan Asia Timur Raya. Terima kasih!
ANALISIS PIDATO
Tiap-tiap
negara mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwayat dan
corak masyarakatnya. Oleh karena itu, politik pembangunan negara Indonesia
harus disesuaikan dengan “sociale structuur” masyarakat Indonesia, yang nyata
pada masa sekarang, dan harus
disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya cita-cita negara Indonesia
dalam lingkungan Asia Timur Raya.
Jika
kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat
dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran
pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan
seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan
apapun, dan juga mempersatukan antara individu dan masyarakat sejajar.
Mempersatukan
antara pemimpin dan rakyatnya dalam Negara sangatlah cocok dengan pikiran
ketimuran, dimana dasar persatuan dan kekeluargaan ini sanggat sesuai pula
dengan corak masyarakat Indonesia. Sama halnya dengan semangat kebatinan,struktur
kerohanian dari bangsa Indonesia yang bersifat dan memiliki cita-cita persatuan
hidup, persatuan kawulo dan gusti, yang berarti persatuan antara dunia luar dan
dunia batin, dan persatuan antara rakyat dan pemimpin-pemimpimnya.
Dapat
dilihat juga menurut sifat Negara indoneisa yang asli, dimana pemimpin yang
bersatu-jiwa dengan rakyatnya yang senantiasa wajib memegang teguh persatuan
keseimbangan dalam masyarakat. Dimana dalam suatu persatuan antara rakyat dan
juga pemimpinnya, dan rakyat yang satu dengan yang lainnya bahwa segala
golongan diliputi oleh semangat gotong royong, semangat kekeluargaan.
Maka
Negara kita haruslah berdasarkan aliran pikiran Negara yang integralistik.
Dimana menurut aliran pikiran ini, kepala Negara dan badan-badan pemerintah
haruslah bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan jalan ke arah cita-cita
yang luhur, yang diidam-idamkan oleh rakyat. Negara haruslah bersifat “Badan
penyelenggara”, badan yang dicipta hukum yang timbul dari sanubari dari seluruh
rakyatnya. Dalam pengertian teorini, saangatlah cocok dengan semangat bangsa
Indonesia yang asli, Negara yang tak lain ialah seluruh rakyatnya atau seluruh
rakyat Indonesia sebagai persatuan dan tersusun.
Teori
Negara integralistik atau Negara totaliter bukanlah Negara yang tidak akan
memperhatikan adanya golongan-golongansebagai golongan, ataupun tidak
memperdulikan manusia sebagai manusia ( seseorang). Negara akan mengakui dan
menghormati adanya golongan-golongan dalam masyarakat yang nyatawajib
meneguhkan persatuan dan harmoni antara segala bagian-bagian itu.
Bukan
saja Negara yang berdasarkan persatuan itu akan sesuai dengan corak bagi rakyat
atau bangsa Indonesia, akan tetapi Negara yang bersifat persatuan itu telah
menjadi cita-cita pergerakan politik Indonesia sejak zaman dahuli hingga zaman
sekarang ini.
Dalam
Negara Indonesia terdapat beragam aliran agama yang ada, akan lebih baik dengan
mendirikan Negara nasiona yang bersatu dalam totaliter, yakni Negara yang tidak
akan mempersatukan diri dengan golongan yang besar maupun dengan golongan yang
kecil.dengan sendirinya dalam Negara nasional yang bersatu itu, urusan agama
akan terpisah dari urusan Negara dan dengan sendirinya dalam Negara nasional
urusan agama itu akan diserahkan langsung kepadagolongan-golongan agama yang
bersangkutan yang dengan sendirinya seseorang (individu) akan memeluk agama
yang disukainya sendiri.
Termuat
dalam Panca Dharma, pasal 2, yang berbunyi,"Kita mendirikan negara
Indonesia, yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil." Maka negara hanya bisa
adil, jikalau negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun
rakyat kepada cita-cita yang luhur, menurut aliran zaman.